Rabu, 13 Februari 2013

Dunia Hanyalah Sementara Akhirat Selamanya.



Rasulullah Saw. bersabda bahwa pada hari kiamat sebagian orang akan dibangkitkan dengan amalan shaleh yang banyak seumpama gunung-gunung di jazirah Arab, tetapi mereka akan dicampakkan ke dalam neraka Jahanam. Seseorang bertanya, “Ya Rasulullah, apakah mereka ini orang-orang yang mengerjakan shalat?” Rasulullah saw. menjawab, “Ya, mereka mengerjakan shalat, berpuasa, bahkan tahajjud, tetapi salah satu bentuk dunia (seperti uang atau kemuliaan dunia) datang ke hadapan mereka, maka mereka terjun untuk menggelutinya (tanpa memperdulikan halal atau haram).”
Isa a.s. berkata bahwa cinta kepada dunia dan cinta kepada akhirat tidak akan bisa bersatu dalam satu hati, ibarat air dan api tidak dapat bersatu dalam wadah yang sama.
Rasulullah saw. bersabda, “Selamatkanlah dirimu dari dunia yang merupakan ahli sihir yang lebih dahsyat dari Harut dan Marut.”
Suatu ketika Rasulullah saw. bertanya kepada para sahabat r.a.hum, “Siapakah di antara kalian yang menghendaki Allah swt. Menghapuskan kebutaanya dan membukakan mata hatinya supaya mudah memperoleh pelajaran? Siapa yang tamak pada dunia dan menaruh angan-angan panjang terhadapnya, maka sejauh itulah Allah swt. Akan membutakan hatinya. Dan siapa yang tidak berminat pada dunia, dan meringkaskan cita-citanya dari dunia maka Allah swt. akan mengaruniakan ilmu tanpa ia mempelajarinya, dan memperlihatkan jalan tanpa mendapat bimbingan dari penunjuk jalan. Tidak lama lagi akan datang manusia yang memegang kerajaan dengan pembunuhan dan akan memerintah secara zhalim. Mereka akan mengumpulkan harta yang banyak dengan bakhil dan kebanggaan. Disebabkan mengikuti hawa nafsu, hati manusia akan menaruh cinta kepadanya. Siapa yang hidup pada jaman itu dan bersabar atas kesempitannya, padahal dia mampu menjadi orang kaya, dan dia menahan permusuhan dengan manusia, padahal dengan dengan mengikuti hawa nafsunya mereka dapat menarik hati orang-orang awam, dan bertahan dalam kehinaan walaupun mereka mampu memperoleh kemuliaan dari orang awam dengan mengikuti pendapat mereka, tetapi orang ini menahan semua itu semata-mata karena Allah, maka dia mendapat pahala seperti 50 orang shiddiqin.”
Suatu ketika harta yang banyak telah sampai kepada Rasulullah saw. dari Bahrain. Ketika kaum Anshar (yang berkebutuhan) mengetahuinya, maka mereka datang beramai-ramai ketika shalat Shubuh tengah berlangsung. Melihat orang banyak itu Rasulullah saw. tersenyum lalu berkata, “Aku rasa kalian mendapat berita tentang kedatangan harta itu, oleh karena itu kalian beramai-ramai datang ke mari.” Mereka menjawab, “Benar ya Rasulullah, itulah sebabnya kami datang.” Rasulullah saw. bersabda, “Aku hendak memberi kamu berita gembira. Tidak lama lagi akan wujud harta yang banyak. Percayalah bahwa benda yang kamu gemari itu (harta) akan menjadi milikmu dengan kadar yang sangat banyak. Aku tidak khawatir kamu menderita kemiskinan dan kesempitan hidup. Tetapi aku khawatir dunia akan berlimpah pada kalian sebagaimana dunia berlebihan pada orang-orang sebelum kamu. Aku khawatir nanti kamu juga akan memberi ruang dalam hatimu untuknya sebagaimana mereka telah memberi ruang untuknya dalam hati mereka dan disebabkan oleh itu ia memusnahkan kamu sebagaimana ia telah memusnahkan mereka.”
Di dalam hadits yang lain Rasulullah saw. bersabada, “Perkara yang aku sangat takutkan padamu ialah nanti Allah Swt. membuka bagimu keberkahan bumi.” Seseorang bertanya, “Ya Rasulullah, apa itu keberkahan bumi?” Rasulullah saw. menjawab, “Gemerlapnya dunia yang menarik hatimu.”
Abu Darda r.a. meriwayatkan sabda Rasulullah saw., “Jika kamu dapat mengetahui apa yang aku ketahui, niscaya kamu akan sedikit tertawa dan banyak menangis dan dunia akan menjadi hina dalam padanganmu dan kamu akan mengutamakan akhirat.” Kemudian Abu Darda r.a. berkata, “Jika sekiranya kamu dapat mengetahui apa yang aku ketahui, niscaya kamu akan lari ke hutan sambil menangis menjerit-jerit dan meninggalkan harta benda kamu tanpa dijaga. Tetapi dari hatimu, ingatan kepada akhirat sudah hilang dan angan-angan dunia berada di hadapanmu dan dunia menjadi pengawal amalanmu. Keadaanmu seolah-olah tidak tahu apa-apa. Oleh karena itu, sebagian orang di kalanganmu sudah menjadi lebih parah dari pada hewan yang tidak pernah meninggalkan hawa nafsunya dan tidak takut akan akibat buruknya. Apakah yang terjadi pada kalian sehingga kalian tidak saling menyayangi satu sama lain, tidak saling menasihati antara yang satu dengan yang lain? Padahal kalian merupakan saudara seagama. Hanya saja hawa nafsumu menghalangimu supaya tidak dapat bersatu padu. Jika kalian berkumpul untuk tujuan agama dan keperluan agama, niscaya kaitan di antara kalian akan menjadi lebih kuat. Apakah sudah berlaku pada kalian, yaitu pada urusan-urusan dunia kalian saling menasihati, tetapi dalam urusan agama kalian tidak saling menasihati. Kalian tidak berusaha untuk menasihati orang-orang yang kalian sayangi agar mementingkan amalan akhirat, tidak berusaha menasihati mereka untuk kerja-kerja akhirat. Ini hanya disebabkan kurangnya iman dalam hati kalian. Jika kalian memilki keyakinan kepada kebaikan dan keburukan akhirat seperti kamu yakin kepada kebaikan dan keburukan dunia, maka sudah pasti kamu akan lebih mengutamakan akhirat. Amalan akhiratlah yang lebih diutamakan oleh kalian. Jika sekiranya kalian memberikan alasan dengan mengatakan bahwa keperluan-keperluan dunia adalah mendesak dan segera dan tidak boleh ditangguhkan, sedangkan keperluan akhirat masih jauh, maka hendaklah kalian berpikir dengan mendalam, berapa banyak kerja-kerja dunia yang kalian lakukan walaupun hasilnya tidak segera. Kalian sudah menjadi kaum yang begitu mundur sehingga tidak sanggup menguji taraf keimanan sendiri.”

“Jika sekiranya kalian menaruh keraguan terhadap apa yang dibawa oleh Rasulullah saw., maka datanglah kepada kami. Kami akan menjelaskan perkara ini kepada kalian dan kalian akan kami perlihatkan cahaya yang dapat meyakinkan kalian bahwa Rasulullah saw. telah mengatakan kebenaran. Kalian membukakan cacat akal atau kebodohan sehingga kami mengira bahwa kalian telah uzur dan tidak memahaminya. Dalam urusan dunia kalian mempunyai pendapat yang cukup baik dan mengamalkannya dengan teliti. Apakah sudah berlaku suatu pandangan bahwa dengan sedikit manfaat dunia kamu menjadi gembira dan sedikit saja kerugian dunia membuat kalian merasa sangat sedih sehingga kesannya tampak di wajah kalian dan dengan lidah kalian sendiri mengatakan bahwa musibah telah menimpa. Kerugian sedikit saja sudah kamu sifatkan dengan musibah. Tetapi dari sudut agama, kerugian yang besar pun tidak membuat kalian sedih atau risau sehingga tidak ada sedikitpun perubahan dalam raut wajah kalian. Dengan melihat kerusakan kalian dari segi agama ini saya rasa Allah Swt. telah murka kepada kalian. Kalian berjumpa satu sama lain dalam keadaan gembira, sambil setiap orang berhati-hati agar tidak mengucapkan sesuatu yang benar tetapi pahit di hadapan orang yang tidak menyukainya. Ini karena dia takut nanti orang lainpun akan mengatakan sesuatu yang benar tetapi pahit di hadapannya karena tidak disukainya. Jadi sambil menyimpan perkara yang demikian di dalam hati, kalian bergaul satu sama lain. Dalam hatimu sudah rusak, tetapi zhahirnya ceria. Kalian semua telah sepakat untuk tidak mengingat mati sama sekali. Alangkah baiknya jika Allah Swt. mematikan saya dan menyelamatkan saya daripada berada di samping kalian! Dan agar Dia meletakkan saya bersama mereka (Rasulullah saw. dan para sahabat r.a.) dan saya sangat berkeinginan untuk melihat mereka. Jika sekiranya mereka masih hidup, niscaya mereka tidak akan suka bersama kalian. Kalaulah masih ada kebaikan walau sedikit pada diri kalian, ambillah dengan sungguh-sungguh dan perbuatlah apa yang telah saya beritahukan tanpa berbelah hati ini. Saya sudah menerangkan kebenaran kepada kalian. Jika kalian ingin mendapatkan apa yang ada di sisi Allah Swt. (akhirat) maka sangat mudah. Dan saya hanya memohon pertolongan-Nya untuk kalian dan juga untuk diri saya.” (sampai di sini selesailah penerangan Abu Darda r.a.)
Penerangan Abu Darda r.a. itu mengandung celaan dan peringatan keras yang harus dibaca dengan penuh perhatian. Beliau marah kepada mereka yang beragama pada zaman itu. Kita pada zaman ini lebih parah lagi dari segi iman, amal, akhlak, ikhlas dan lain-lain. Mereka dimarahi oleh Abu Darda r.a. karena keadaan demikian, bagaimana jadinya kalau beliau melihat keadaan kita sekarang ini. Mungkin beliau akan mati lemas karena terkejut dan tidak berdaya menahan kemunduran agama kita yang sangat parah.
Hasan Basri rah.a. berkata, “Semoga Allah Swt. memberikan kerahiman kepada mereka yang telah menerima dunia sebagai amanah lalu meyerahkan amanah itu kepada orang lain dan meninggal dunia dalam keadaan tenang dan tidak ada kebimbangan mengenai dunia.” Beliau juga berkata, “Jika seseorang menghalangi kamu dari amalan agama, maka hendaknya kamu lawan dia, dan jika seseorang ingin menghalangi kamu dari manfaat dunia, maka lemparlah wajahnya dan jangan bimbang sedikitpun.”
Abu Haazim rah.a. berkata, “Selamatkanlah dirimu dari dunia. Pada hari kiamat orang akan dibangkitkan di padang Mahsyar lalu diumumkan bahwa orang inilah yang telah mengagungkan apa yang telah diberi tahu oleh Allah Swt. sebagai sesuatu yang hina.”
Abdullah bin Masud r.a. berkata, “Setiap orang adalah seperti tamu di rumah seseorang (dunia) untuk beberapa hari dan semua harta bendanya merupakan barang-barang pinjaman. Tamu itu mesti pulang ke rumahnya sendiri (akhirat) setelah beberapa hari yang ditentukan dan barang-barang pinjaman itu harus ditinggalkan.”
Suatu ketika Rabi’ah Basriyyah rah.a. mendatangi majelis yang peserta-pesertanya sedang membicarakan keburukan dunia. Beliau berkata, “Jangan lah membicarakan dunia walau dengan kebencian, karena dengan membicarakannya berarti menganggap bahwa dunia masih ada harganya.” Jika tidak berharga, maka jangan sekali kali dibicarakan.” (Siapa yang sudi membicarakan sesuatu yang busuk dan najis)
Luqman a.s. pernah menasihati anaknya, “Hendaknya kamu menjual duniamu dengan agama, maka kamu akan beruntung di dunia dan akhirat, janganlah menjual agamamu dengan dunia, nanti keduanya (dunia dan akhirat) akan rusak.”
Mutarrif bin Syikhir rah.a. berkata, “Janganlah memandang kehidupan mewah dan pakaian mahal pada diri raja-raja, tetapi pikirkanlah apakah akibat yang akan mereka hadapi kelak.”
Abu Umamah r.a. berkata bahawa ketika Rasulullah saw. diutus maka syetan mengirim pekerja-pekerjanya untuk mengetahui perkara yang sebenarnya. Setelah membuat siasat, mereka melaporkan bahwa seorang nabi telah diutus. Nabi itu akan mempunyai umat yang banyak. Maka syetan bertanya, “Apakah dalam hati mereka akan wujud cinta pada dunia?” Mereka menjawab, “Ya, cinta pada dunia juga ada pada diri mereka.” Maka syetan berkata, “Kalau begitu aku tidak khawatir, karena mereka tidak akan menyembah berhala, maka aku akan memberi mereka tiga perkara untuk menguasai mereka, (1) Penghasailan yang tidak dibenarkan oleh syariah, (2) Pembelanjaan yang tidak dibenarkan oleh syariah, (3) Tidak membelanjakan di tempat yang benar.”
Ali r.a. berkata bahwa yang harta yang halal dari dunia akan dihisab dan harta yang haram akan menyebabkan azab.
Malik bin Dinar rah.a. berkata, “Selamatkanlah dirimu dari ahli sihir itu (dunia). Hati ulama pun akan terpesona olehnya.”
Abu Sulaiman Darani rah.a. berkata bahwa hati yang dimiliki oleh akhirat senantiasa diserang oleh dunia agar dapat dikuasainya. Dunia terus membuat keributan dengan akhirat serta berusaha untuk mendapatkan ruang di hati manusia. Tetapi hati yang diduduki oleh dunia tidak diserang oleh akhirat. Sebab akhirat adalah mulia dan dia tidak ingin merampas ruang yang diduduki oleh pihak lain. Dunia adalah hina dan tidak memiliki sopan santun. Ia senantiasa mencoba menguasai ruang yang dimiliki oleh pihak lain.”

Malik bin Dinar rah.a. berkata, “Sebanyak mana kamu memikirkan dunia, sebanyak itulah pikiran akhirat akan keluar dari hatimu. Dan sebanyak mana kamu memikirkan akhirat, sebanyak itulah pikir dunia akan berkurang.”
Hasan Basri rah.a. berkata, “Saya telah berjumpa dengan orang-orang yang berpandangan bahwa dunia lebih hina dari tanah yang kamu pijak. Mereka tidak memikirkan apakah dunia masih ada atau sudah pergi kepada orang lain.”
Hasan Basri rah.a. pernah ditanya, “Apakah pendapat tuan mengenai orang yang dikaruniai harta yang banyak oleh Allah Swt.? Ia memberi sedekah daripadanya, membelanjakannya untuk silaturrahim. Apakah wajar baginya untuk makan makanan yang mahal dan lezat serta hidup mewah?” Beliau menjawab, “Tidak, walau seluruh dunia adalah miliknya, yang pantas dia gunakan bagi dirinya hanyalah sekedar keperluannya saja, selebihnya hendaknya dikirimkan untuk hari itu (akhirat) di mana dia akan menghadapi keperluan yang lebih besar.”
Fudhail r.a. berkata, “Jika aku memiliki harta satu dunia dan perhitungan pada hari hisab pun tidak ada, namun aku akan membencinya seperti kamu membenci bangkai binatang dan takut baunya akan terkena pakaianmu.”
Hasan Basri rah.a. mengatakan bahwa Bani Israil walaupun telah beribadah kepada Allah Swt. namun cinta pada dunia telah menyampaikan mereka ke peringkat penyembah berhala. Beliau juga berkata bahwa manusia dengan hartanya yang ada selalu merasa tidak cukup, tetapi mengenai amalan dia tidak mempunyai perasaan demikian. Apabila mendapat musibah dari segi agama, keadaanya tetap stabil dan tenang. Tetapi apabila dia mendapat musibah dunia, maka dia menjadi sangat takut dan sedih.
Fudhail r.a. berkata bahwa memasuki kesibukan dunia adalah mudah, tetapi keluar darinya sangat sulit. Salah seorang wara’ berkata, “Aku heran kepada orang yang yakin bahwa kematian pasti akan tiba hanya tidak diketahui waktunya, namun dia dapat merasa gembira atas suatu perkara. Aku heran kepada orang yang yakin bahwa Jahanam itu ada, tetapi dia masih dapat tertawa atas suatu perkara. Aku heran kepada orang yang selalu melihat dunia ini berubah, namun merasa tenang dari sesuatu perkara dari dunia. Aku heran juga kepada orang yang mengetahui bahwa takdir itu adalah benar, namun dia masih bersusah payah.”
Amir Muawiyah r.a. didatangi oleh seoarang wara’ dari kota Najran yang berusia 200 tahun. Amir Muawiyah bertanya kepadanya, “Engkau telah lama melihat dunia, bagaimana keadaannya menurutmu?” Beliau menjawab, “Beberapa tahun kesenangan setelah itu beberapa tahun kesusahan. Setiap siang dan malam ada yang lahir dan ada yang mati. Sekiranya tidak ada kelahiran maka dunia akan berakhir. Jika tidak ada kematian maka tidak cukup lagi ruang untuk duduk di dunia ini.” Muawiyah r.a. berkata, “Adakah sesuatu yang engkau kehendaki dari saya? Beritahukanlah jika memerlukan suatu pelayanan yang harus saya berikan kepada engkau.” Orang wara’ itu berkata, “Kembalikanlah umur saya yang sudah berlalu.” Amir Muawiyah berkata, “Untuk itu saya tidak mampu untuk melakukannya.” Orang wara’ itu berkata, “Kalau begitu saya tidak mempunyai permintaan apa-apa dari anda.”
Abu Sulaiman rah.a. berkata bahwa orang yang hatinya dapat bersabar dari pengaruh hawa nafsu di dunia hanyalah orang yang hatinya sibuk dengan perkara-perkara akhirat.
Malik bin Dinar rah.a berkata, “Kita semua seolah-olah sudah membuat perjanjian damai antara satu sama lain untuk sepakat mencintai dunia sehingga tidak ada orang di antara kita yang sanggup menyuruh orang lain kepada kebaikan atau mencegahnya dari kejahatan. Tidak mungkin sama sekali, Allah Swt. akan membiarkan kita selalu dalam keadaan begini. Tidak diketahui kapan azab akan diturunkan-Nya.”
Hasan r.a. berkata bahwa siapa yang dikehendaki kebaikan oleh Allah Swt. baginya, Dia akan memberi sedikit saja dari dunia kepadanya setelah itu dihentikan, apabila habis, barulah dia diberi sedikit lagi. Tetapi orang yang hina di sisi-Nya diberi dunia yang banyak. Seseorang yang wara’ biasa berdoa kepada Allah Swt. “Wahai Zat Yang Maha Suci yang menghalangi langit agar tidak terjatuh ke atas bumi, halangilah dunia agar tidak datang kepada saya.”

Muhammad bin al Munkadar rah.a berkata, “Jika seseorang itu senantiasa berpuasa dan tidak berbuka, sepanjang malam dia bertahajjud tanpa tidur sekejap pun, banyak memberi sedekah dari hartanya, berjihad di jalan Allah dan menyelamatkan diri dari dosa. Tetapi pada hari kiamat dia akan dibangkitkan dan akan dipertanyakan, mengapa perkara yang Allah Swt. beritahukan kepadanya sebagai sesuatu yang hina (yaitu dunia) menjadi hebat dalam pandangannya. Dan perkara yang Allah Swt. beritahukan hebat (akhirat) tidak dipandang hebat olehnya. Bayangkanlah apa yang akan terjadi. Kemudian bayangkan apa yang akan terjadi pada diri kita yang selalu menganggap dunia itu hebat serta kita sering melakukan perbuatan dosa.”
Abdullah bin Mubarak rah.a berkata, “Cinta kepada dunia dan dosa membuat hati manusia menjadi liar, sehingga kata-kata kebaikan tidak sampai ke hati mereka, yaitu tidak dapat mempengaruhinya.”
Wahab bin Munabbah rah.a. berkata bahwa siapa yang merasa senang dengan benda dunia, maka perbuatannya itu bertentangan dengan hikmah, dan siapa yang meletakkan hawa nafsunya di bawah telapak kakinya supaya tidak dapat mengangkat kepala, maka syetan takut kepada orang yang demikian.
Imam Syafi’i rah.a menasihati salah seorang saudara seagama, “Dunia merupakan lumpur sehingga kaki-kaki mudah tergelincir. Dunia merupakan satu rumah kehinaan, puncak kemajuannya adalah kebinasaan, para penghuninya harus pergi ke alam kubur seorang diri, perjumpaannya berakhir dengan perpisahan, kelapangannya ditujukan ke arah kesempitan, kelebihannya mendatangkan kesusahan dan kekurangannya membawa kepada kemudahan. Jadi bertumpulah selalu kepada Allah dan puas hatilah dengan rejeki yang diberikan-Nya. Jangan meminjam apa-apa dari simpananmu di akhirat demi dunia. Sebab kehidupan di dunia ibarat satu bayang-bayang yang tidak lama lagi akan lenyap. Dan kehidupan dunia itu ibarat satu dinding yang sudah doyong yang tidak lama lagi akan runtuh. Perbanyaklah amal shaleh dan kurangilah angan-angan.”
Ibrahim bin Adham rah.a. bertanya kepada seseorang, “Katakanlah kamu diberi satu dirham (uang emas) dalam mimpi dan satu dinar (uang perak) dalam keadaan jaga, yang manakah yang lebih disukai olehmu?” Orang itu menjawab, “Dinar di waktu terjaga lebih aku sukai.” Ibrahim bin Adham berkata, “Kamu dusta. Apa yang kamu sukai di dunia seolah-olah kamu menyukai sesuatu dalam mimpi saja dan apa yang kamu tidak sukai untuk akhirat seolah-olah kamu menolak dalam keadaan jaga.”
Yahya bin Muadz rah.a. berkata, “Tiga jenis manusia cerdik adalah, (1) Yang meninggalkan dunia sebelum dunia meninggalkannya, (2) Yang membuat persiapan untuk memasuki kubur sebelum tiba masanya memasuki kubur, (3) Yang menghasilkan keridhaan Allah sebelum berjumpa dengan-Nya. Beliau juga berkata, “Dunia begitu parah keburukannya sehingga keinginan untuk memperolehnya saja menjadikan kamu sibuk dalam urusan kamu tanpa mempedulikan ketaatanmu kepada Allah. Jika baru keinginan kepada dunia saja sudah menjadikan kamu lalai dari ketaatan kepada Allah, bagaimana yang akan terjadi seandainya kamu benar-benar terperangkap dalam dunia.”
Bakar bin Abdulllah rah.a. berkata, “Siapa yang ingin mengelak dari pikir dunia setelah memperolehnya, maka dia seolah-olah menggunakan rumput kering untuk memadamkan api.”
Bundaar rah.a. berkata, “Apabila ahli dunia berbicara mengenai zuhud, maka pahamilah bahwa syetan sedang bermain-main dengannya.”
Seorang Syaikh berkata, “Wahai manusia, dalam keadaan lapang kamu beramal shaleh dan takut kepada Allah. Jangan terpedaya dengan harapan dunia yang panjang dan melupakan mati. Jangan bertumpu kepada dunia sedikitpun, dia adalah penipu besar. Dia menghiasi dirinya bagi kamu agar kamu menaruh angan-angan terhadapnya, agar kamu terperangkap dalam fitnahnya. Bagi suami-suaminya dia memakai perhiasan yang menarik sehingga seperti pengantin baru pada hari perkawinan sehingga hati kamu terpesona menatap wajahnya dan menjadi jatuh cinta kepadanya. Tetapi ketahuilah, penipu jahat itu pernah membunuh kebanyakan pecinta-pecintanya. Banyak orang yang percaya kepadanya kemudian ditinggalkan tanpa pembantu. Lihatlah dunia dengan panangan yang dalam, renungkanlah dengan pemikiran yang dalam. Maka kamu dapat melihat bahwa dia adalah sebuah rumah yang di dalamnya banyak kebinasaan. Penciptanya sendiri telah menerangkan keburukannya. Setiap perkara baru di dunia tidak akan lama. Semua pemerintahan di dunia akan hancur, dan setiap yang mulia di sini di akhirat akan menjadi hina. Berlebihannya menuju ke arah kekurangan. Kawan-kawan di dunia akan hilang. Segala kebaikannya akan terhapus. Semoga Allah Swt. merahmati kamu sekalian. Bangunlah kamu sekalian dari keadaan tidur, sebelum manusia mulai membicarakannya bahwa si fulan sedang jatuh sakit atau berada dalam keadaan putus harapan hidupnya, panggillah seorang tabib yang baik, panggillah dokter yang ahli. Kemudian tabib dan dokter itu bolak-balik ke rumah kamu tetapi mereka gagal memberi harapan hidup kepada kamu. Kemudian akan kedengaran perbincangan orang banyak bahwa si fulan hendak berwasiat, tetapi suaranya tidak di dengar. Kini dia tidak mengenali siapapun, nafasanya menjadi panjang dan mulai kesakitan, mata pun tidak bisa lagi dibuka. Saudaraku! Pada waktu itu kamu akan mulai merasakan suasana akhirat, tetapi tidak berdaya untuk menerangkan apapun karena lidah tidak dapat bergerak. Kerabat-kerabat mengelilingi serta menangis, anak-anak berdiri di hadapannya, isteri dan lain-lain bergantian berdiri di hadapannya, tetapi lidah tidak dapat bergerak dan suara tidak dapat keluar. Sementara itu ruh mulai keluar dari anggota badan, akhirnya ia keluar dan terbang ke langit. Karib kerabat mulai membuat persiapan untuk mengebumikan mayat kamu cepat-cepat. Mereka yang datang untuk menziarahimu setelah menangis sebentar kemudian diam. Musuh-musuhmu merasa senang, ahli waris mulai membagikan harta peninggalanmu dan kamu terperangkap dalam amalanmu sendiri.” (Inilah hakikat kehidupan)
Dalam sepucuk surat yang ditujukan kepada Amirul Mukminin Umar bin Abdul Aziz rah.a. setelah memuji Allah Swt. serta shalawat kepada Rasulullah saw. Hasan Basri rah.a. menulis, “Dunia ini merupakan tempat persinggahan saja dan bukan untuk menetap serta bermukim. Disebabkan sedikit kesalahan yang telah dilakukan oleh nabi Adam a.s. ketika berada di surga maka beliau dikirim ke sini sebagai hukuman. (Jadi sebenarnya dunia merupakan tempat hukuman). Oleh karena itu kita senantiasa takut. Bekal dunia yang sebenarnya adalah meninggalkan (kecintaan) dunia. Kekayaannya adalah kesempitan. Dunia ini senantiasa membinasakan manusia. Siapa yang menyayangi dunia maka dunia akan menghinakannya. Siapa yang mencoba mengumpulkan dunia, maka dunia menjadikannya berhajat (kepada orang lain). Dunia merupakan jenis racun yang membinasakan manusia yang memakannya.”
“Hendaknya kita menghabiskan waktu hidup kita seperti seorang yang sedang sakit yang berpantang terhadapa beberapa perkara agar cepat pulih sakitnya, dan obat-obatan yang pahit dimakannya supaya penyakit itu tidak berkepanjangan. Hendaknya kita mewaspadai penipu, penjahat dan pengkhianat ini yang menghiasi dirinya untuk menarik perhatian manusia, kemudian menjeratnya dengan musibah. Dia melawat orang dan menimbulkan harapan untuk dimilikinya dengan berbagai macam perhiasan. Seperti pengantin baru, pandangan orang terpaku ke arah wajahnya yang dibuat menarik dengan bersolek. Hati mereka akan jatuh kepadanya sehingga sanggup membuat orang melakukan apa saja untuk memilikinya. Tetapi si hina ini tetap memusuhi setiap orang. Sangat mengherankan, ternyata tidak ada orang yang tinggal di dunia ini yang mau mengambili’tibar (pelajaran) dari mereka yang sedang berangkat dari sini dalam keadaan tertipu dan dikhianati oleh dunia, tidak juga mereka yang datang kemudian mengambil pelajaran dengan mendengar kisah kehidupan orang-orang terdahulu dan tidak juga orang yang mendengar firman-firman Allah Swt. mengenai dunia itu mengambil nasihat serta berpegang dengannya.”
“Peminat-peminat dunia, apabila mendapati hasrat mereka tercapai, maka mereka pun terpedaya lalu terlibat dalam kedurjanaan sambil melupakan akhirat. Sehingga hatinya menjadi sibuk dengan urusan dunia dan kakinya tergelincir dari jalan akhirat. Akibatnya tidak lain adalah kerisauan dan penyesalan yang tidak berfaedah. Menjelang mati, kebimbangan terhadap dunia mengelilinginya serta dia dikuasai oleh kerisauan karena kehilangan segala yang dimilikinya. Hasrat peminat dunia sekali-kali tidak akan tercapai dan sekali-kali tidak selamat dari kesusahan sehingga tanpa persiapan dengan perbekalan, terpaksa dia pergi dari alam ini, ke akhirat.”
Wahai Amirul Mukminin, hindarkan diri dari dunia dan pada saat gembira pun kita patut menangis. Orang yang percaya kepada dunia, apabila mengalami kegembiraan sedikit saja, sudah pasti dia akan terperangkap dalam musibah. Orang yang mencari kepuasan dunia adalah orang yang tertipu dan orang yang menerima keuntungan di dunia pasti akan mengalami kerugian. Kesenangan di dunia terpaut dengan kesusahan, dan puncak wujud dunia adalah fana. Perasaan gembira di dunia terlibat dengan kesedihan. Apa yang sudah lepas tidak akan datang lagi, dan apa yang akan datang tidak diketahui bentuk rupanya. Harapan-harapan di dunia adalah palsu dan cita-citanya sia-sia. Yang kelihatan bersih di dunia pada hakikatnya adalah kotor. Kemewahannya merupakan hasil usaha yang keras, manusia senantiasa dalam keadaan bahaya di dunia. Jika seseorang mempunyai akal dan berpikir secara mendalam, dia akan memahami bahwa semua kenikmatan dunia adalah berbahaya dan ujung-ujungnya adalah malapetaka. Sekiranya Allah Swt. sang Penciptanya tidak pernah memberitakan keburukan dan keaibannya, namun keadaan penipu itu sendiri sudah cukup untuk membangunkan yang sedang tidur dan menyadarkan yang lalai agar berhati-hati. Padahal Allah Swt. telah memberi peringatan mengenainya dan menasihatinya berkenaan dengan dunia bahwa di sisi-Nya dunia tidak bernilai dan setelah menciptakannya tidak pernah melihat keadaannya dengan pandangan rahmat.”

“Bersama dengan semua khazanahnya dunia pernah mendatangi Rasulullah saw. lalu menawarkan dirinya untuk berkhidmat kepadanya. Tetapi Rasulullah saw. menolaknya dan tidak menginginkannya. Rasulullah saw. tidak sanggup berbuat sesuatu yang tidak sesuai dengan kehendak Allah Swt.. Rasulullah saw. tidak menyukai perkara yang dibenci oleh Penciptanya. Rasulullah saw. tidak meninggikan derajatnya dengan memilih dunia karena Allah Swt. sendiri telah menetapkan bahwa dunia adalah hina. Itulah sebabnya Allah Swt. sengaja menjauhkannya dari hamba-hamba-Nya yang saleh dan memberi keluasan kepada musuh-musuh-Nya. Melihat keluasan yang dimiliki oleh musuh-musuh Allah Swt. yaitu orang-orang kafir, sebagian orang yang menghargai dunia terpedaya dan salah paham bahwa Allah Swt. telah memuliakan orang-orang kafir. Lihatlah kenyataannya, bagaimana Allah Swt. memperlakukan kekasih-Nya penghulu para nabi, Muhammadur Rasulullah saw. berkenaan dengan dunia, sehingga beliau pernah mengikat batu di perutnya yang mulia itu karena menahan lapar.”
Di dalam sebuah hadits Rasulullah saw. mengutip firman Allah Swt. kepada Musa a.s., “Apabila engkau mulai menerima keluasan, maka pahamilah bahwa dia datang sebagai balasan atas suatu kesalahanmu, dan apabila kamu mulai menerima kesempitan, maka katakanlah, ciri-ciri kesalehan sedang mendatangimu.”
Jika seseorang hendak mengikuti langkah Isa a.s., maka kata-katanya adalah sebagai berikut, “Lauk bagiku adalah lapar (yakni dalam keadaan lapar, makanan akan terasa lebih lezat), ciri-ciriku adalah takut kepada Allah Swt., pakaianku adalah sawf (bulu kambing atau biri-biri), ketika dingin kupanaskan tubuhku dengan matahari, lampuku cahaya bulan, dua belah kakiku merupakan kendaraanku, makanan serta buah-buahan bagiku adalah rumput yang tumbuh di muka bumi, ketika bangun shubuh aku tidak memiliki apa-apa, setelah petang pun aku tidak memiliki apa-apa, dan di seluruh dunia tidak ada yang lebih kaya dariku (tidak berhajat kepada siapapun).”

Ucapan seperti ini banyak dikemukakan oleh para anbiya a.s., para sahabat r.a. dan para wali Allah Swt. yang telah disebutkan dalam kitab-kitab. Di sini kita perlu memahami bahwa kehidupan yang sebenarnya, yang terpuji dan yang dianjurkan adalah apa yang diketahui dari kata-kata mereka itu. Tetapi bersamaan dengan itu kita perlu mempertimbangkan keadaan anggota tubuh kita juga kemampuannya. Sejauh mana kita dapat menahan menurut kemampuan tubuh kita, sekedar itu pulalah kita boleh mengikuti jejak mereka. Apabila daya tahan kita lemah, maka kita harus memberi kelonggaran kepada kelemahan kita. Saya mengutip semua ini dengan tujuan agar sekurang-kurangnya terbentuk kepahaman bahwa itulah teladan kehidupan yang sebenarnya dan sebaik-baiknya. Kehidupan yang kita jalani hari ini adalah karena terpaksa disebabkan keuzuran dan kelemahan kita sendiri. Kelonggaran yang diberikan kepada kehidupan kita hari ini juga suatu keperluan. Misalnya boleh berbuka puasa bagi yang sakit, padahal peraturan yang benar adalah kita wajib berpuasa pada bulan Ramadhan yang diberkahi. Tetapi jika seseorang tidak berdaya untuk berpuasa atau dokter mengatakan bahwa dengan berpuasa dapat membahayakan kesehatan tubuhnya, maka dia diperbolehkan berbuka. Karena berpuasa di bulan Ramadhan itu diperintahkan, maka seseorang yang terpaksa berbuka puasa karena sakit akan merasa dirinya bernasib malang dan benar-benar sedih sebagai orang yang beriman. Orang-orang yang benar-benar beriman akan berusaha untuk berpuasa, dan dia merasa senang jika dapat berpuasa. Demikianlah perasaan yang patut kita miliki. Walaupun kita tidak dapat mengikuti jejak langkah mereka disebabkan kelemahan kita, maka kita hendaknya berusaha untuk hidup sederhana sebatas kemampuan kita. Pada waktu yang sama kita perlu insyaf (menyadari) bahwa yang benar adalah cara hidup Rasulullah saw., Para nabi a.s. dan para wali Allah Swt. yang kata-katanya telah saya kemukakan tadi.

Disamping itu kita perlu dengan sungguh-sungguh menanamkan dalam hati kita mengenai hakikat dunia. Dalam keadaan kita yang tidak berusaha dan terpaksa untuk terlibat dalam urusan dunia, kita patut yakin bahwa dunia tidak ada nilainya sedikit pun. Keyakinan serta kepahaman demikian tidaklah sukar, sebab tidak ada alasan untuk menghargai dan memuliakan dunia yang hina itu.
Imam Ghazali rah.a. berkata, “Dunia sangat cepat akan berakhir. Ia akan berakhir tidak lama lagi. Walaupun dia berjanji akan kekal, tetapi tidak pernah menepati janjinya dan pasti akan mengingkarinya. Apabila kamu melihat kepadanya, kamu akan merasa dia tetap di satu tempat, walaupun sebenarnya dia sedang bergerak dengan cepat. Tetapi gerakannya tidak dirasakan kecuali ketika dia sudah berakhir. Seumpama benda yang sedang bergerak, tetapi gerakannya tidak dirasakan.”
Suatu ketika di hadapan Hasan Basri rah.a. sedang dibicarakan mengenai dunia, maka beliau berkata,
“Dunia seumpama mimpi orang-orang yang sedang tidur atau seperti bayang-bayang yang sedang bergerak. Orang-orang berakal tidak dapat diperdaya olehnya.”
Imam Hasan r.a. biasanya membaca syair berikut ini,
“Wahai mereka yang menggemari kenikmatan dunia, duniamu tidak akan kekal, terpedaya dengan bayang-bayang yang bergerak adalah kebodohan.”

Yunus bin Ubaid rah.a. berkata, “Aku telah memahamkan hatiku sendiri bahwa dunia diumpamakan seperti seseorang yang sedang tidur sambil bermimpi banyak hal, yang baik dan yang buruk. Tiba-tiba matanya terbuka, maka segala hal yag dia lihat dalam mimpi pun lenyap. Demikianlah manusia di dunia ini sedang tidur dan melihat segala-galanya dalam mimpi, apabila dia meninggal dunia barulah matanya terbuka serta tidak akan melihat lagi keindahan dunia dan tidak juga kesedihannya.”
Pada suatu ketika Isa a.s. melihat dunia dalam kasyaf. Beliau melihat rupa dunia ini seperti seorang wanita yang sudah tua, giginya ompong karena saking tuanya. Dengan pakaian dan perhiasannya dia nampak seperti pengantin baru. Isa a.s. bertanya kepadanya, “Selama ini sudah berapa kali kamu kawin?” Dunia menjawab, “Tidak terhitung lagi jumlahnya.” Isa a.s. bertanya, “Apakah mereka semua mati atau sudah menceraikan kamu?” Dia menjawab, “Aku telah membunuh mereka semua.” Isa a.s. berkata, “Celakalah calon-calon suamimu yang tidak mengambil pelajaran dari bekas-bekas suamimu. Bagaimana kamu telah membunuh mereka seorang demi seorang?” Inilah hakikat dunia yang sebenarnya, dia merupakan seorang wanita tua yang menghiasi dirinya dengan pakaian yang menarik serta perhiasan-perhiasan. Melihat kecantikannya yang zhahir, manusia terpedaya olehnya. Apabila manusia mengetahui hakikatnya, lalu mengangkat tirai dari wajahnya, barulah dia dapat melihat rupa yang sesungguhnya.”

Alaa bin Zayyad rah.a. berkata, “Dalam mimpiku aku melihat seorang perempuan yang sangat tua dan memakai pakaian yang sangat menarik serta perhiasan yang indah. Banyak orang berkumpul mengelilinginya dan melihatnya dengan penuh gairah. Akupun mendekatinya. Setelah aku melihat dari dekat, maka aku merasa heran kepada orang-orang yang melihatnya dengan penuh gairah. Dalam mimpi itu aku bertanya kepadanya, “Siapa kamu?” Dia menjawab, “Apakah kamu tidak mengenaliku?” Aku menjawab, “Tidak, Aku tidak kenal denganmu.” Dia berkata, “Akulah dunia.” Maka aku berkata, “Semoga Allah melindungi aku darimu.” Dia berkata, “Jika hendak dilindungi Allah dariku, maka hendaklah kamu membenci dinar dan dirham (uang).”
Abdullah bin Abbas r.a. berkata bahwa pada hari kiamat dunia akan dibawa di padang masyhar dalam bentuk seorang wanita tua renta, giginya ompong dan matanya biru tenggelam dalam lubang matanya. Manusia akan ditanya, “Apakah kamu sekalian mengenal siapa dia ini?” Mereka akan menjawab, “Semoga Allah melindungi kami! Bencana apakah ini?” Maka mereka akan diberi tahu, “Inilah dunia yang telah membuat kalian saling membunuh, memutuskan tali silaturahmi dan menaruh hasad serta dengki satu sama lain. Karena dialah kamu sekalian pernah saling membenci. Inilah dunia yang telah membuat kalian terpedaya.” Kamudian wanita tua renta itu dicampakkan ke dalam neraka Jahanam, dan dia akan menjerit, “Tolong datangkanlah sahabat-sahabatku, biarlah mereka yang telah membututiku, bersamaku di sini!” Maka Allah Swt. mengerahkan agar mereka yang membututi dan menjadi sahabatnya dicampakkan ke dalam neraka Jahanam.
Perlu kita renungkan bahwa manusia melalui tiga zaman. Satu adalah ketika alam ini diciptakan sampai waktu dia dilahirkan ke alam dunia. Kedua, zaman setelah dia mati sampai ke zaman yang kekal. Di antara kedua zaman itu ada zaman ketiga, yaitu masa antara dia dilahirkan hingga dia mati. Jangka waktu zaman ketiga ini jika dibandingkan dengan kedua zaman lainnya adalah sangat singkat. Oleh karena itu Rasulullah saw. pernah bersabda, “Apakah kaitan kepentinganku dengan dunia? Yaitu diumpamakan seperti seorang musafir dalam panas terik, lalu melihat sebatang pohon rindang kemudia duduk beristirahat sebentar di bawah pohon itu pada waktu tengah hari. Kemudian meninggalkan pohon itu dan berjalan kembali.” Sesungguhnya, jika seseorang melihat dunia seperti pandangan yang diberitahukan oleh Rasulullah saw., maka sudah tentu dia tidak akan bertumpu kepada dunia sedikit pun dan tidak akan memperdulikannya dalam waktu sesingkat itu untuk menghabiskannya dengan kesenangan atau pun penderitaan.
Suatu ketika Rasulullah saw. melihat seorang sahabat r.a. sedang mendirikan sebuah rumah. Maka Rasulullah saw. bersabda kepadanya, “Kematianmu lebih cepat daripada runtuhnya rumah ini.” Di dalam sebuah hadits Rasulullah saw. bersabda, “Orang dunia itu seumpama orang yang sedang berjalan di atas air. Adakah orang yang berjalan di atas air tanpa kakinya basah?” Hadits ini membuktikan kejahilan orang yang mengatakan bahwa dia menikmati dunia dengan badan saja dan hatinya bersih dari dunia. Mereka mengangggap hubungan hati mereka dengan dunia terputus walaupun mereka menikmati dunia. Inilah adalah gurauan syetan kepada mereka. Bahkan jika sekiranya dunia dirampas dari orang seperti itu, sudah tentu dia akan gelisah karena perpisahannya itu. Jadi, sebagaimana kaki, pasti akan basah jika berjalan di atas air, begitulah hati, pasti akan gelap dan kotor jika bergaul dengan dunia.

Isa a.s. berkata, “Aku hendak memberitahu kamu tentang satu hakikat. Yaitu, sebagaimana orang yang sakit karena penyakitnya dia tidak memiliki selera makan, begitulah ahli dunia, dia tidak merasakan manisnya beribadah. Dan sebagaimana binatang jika sudah lama tidak ditunggangi, maka dia menjadi keras kepala dan kehilangan adat. Begitulah, jika hati terlalu lemah untuk mengingat mati serta mujahadah dalam agama, maka dia menjadi keras serta kotor. Satu hal lagi yang hendak aku katakan, yaitu selama tidak terkoyak, sebuah masykizah (bungkusan dari kulit kambing) adalah tempat yang paling baik untuk diisi madu. Bagitulah keadaan hati, selagi tidak dirusak oleh hawa nafsu, tamak dan loba atau selagi dia tidak dijadikan keras oleh kehidupan mewah, maka dia merupakan wadah hikmah. Di samping itu satu hal lagi yang harus diingat bahwa kemewahan dunia untuk sementara waktu akan dirasakan nikmat. Tetapi ketika meninggal dunia dia akan dirasakan pahit dan sangat dibenci.”

Ulama menulis, sebanyak mana kesibukan serta kaitan cinta dengan kemewahan dan kenikmatan dunia, maka sebanyak itulah dia akan dibenci sewaktu mati. Hal ini diumpamakan makanan, yakni makanan lezat yang dimasak dengan minyak sapi yang paling enak baunya akan memberi bau busuk yang sangat menusuk hidung setelah menjadi kotoran, sedangkan makanan yang sederhana menghasilkan bau busuk yang tidak menusuk hidung.
Setelah semua pembicaraan di atas, satu hal yang harus kita pahami dengan baik, apakah dunia itu, sehingga begitu banyak keburukannya yang telah dinyatakan dalam al Quran dan hadits-hadits Rasulullah saw.. Perlu dipahami bahwa segala yang berlaku pada manusia sebelum dia mati, hal itu dikatakan dunia. Dan segala yang berlaku setelah dia mati dikatakan akhirat. Perkara-perkara yang berkenaan dengan dunia dapat dibagi ke dalam tiga bagian ;

1. Perkara yang ikut bersama seseorang hingga dia mati dan pindah ke alam lain yaitu ilmu agama dan amalan-amalan yang dilakukan semata-mata karena Allah. Kedua perkara ini adalah akhirat dan agama yang bersih, bukan dunia. Walau bagaimana pun di dalam perkara ini manusia dapat merasakan kenikmatan. Seseorang yang merasakan kenikmatan dalam perkara ini, demi untuknya kadang-kadang mereka menangguhkan makan, minum, tidur, kawin dan urusan-urusan lainnya. Kedua perkara ini berkenaan dengan akhirat.

2. Perkara kedua adalah kenikmatan dalam maksiat serta benda-benda yang berlebihan sehingga sampai ke taraf pemubaziran, seperti menimbun emas dan perak, mengumpulkan hewan-hewan yang banyak, membuat gedung-gedung tinggi dan mewah, pakaian-pakaian yang menarik dan makanan-makanan yang lezat. Semuanya adalah dunia sebagaimana yang diperingatkan kepadanya.

3. Perkara ketiga adalah yang ada di antara keduanya, yaitu sekedar keperluan saja dan membantu urusan akhirat. Seperti makan sekedar untuk mengisi perut, tidur dan pakaian sekedar keperluan untuk menilndungi dari musim panas atau musik dingin dan setiap keperluan untuk menjaga kesehatan dan jiwa. Perkara-perkara ini membantu perkara di bagian pertama. Semua ini bukan dunia, tetapi berkaitan dengan akhirat dan urusan agama. Tapi syaratnya adalah benar-benar sekedar keperluan saja untuk memberi kekuatan bagi kerja agama. Perkara ini menjadi dunia apabila tidak memenuhi syarat-syarat itu atau mengikuti kehendak hawa nafsu. (Ihya)
Seringkali saya mendengar kisah sebagai berikut : Seseorang terpaksa pergi ke Panipat untuk suatu urusan penting. Untuk sampai ke Panipat harus melalui sungai Jamnua yang pada saat itu sedang meluap ganas sehingga sampan tidak dapat berlayar. Orang itu sangat bingung sehingga seseorang memberi tahu dia, “Di sebuah hutan tinggallah seorang ahlullah, pergilah padanya dan ceritakan masalahmu, siapa tahu beliau dapat memberikan jalan keluar. Karena cara yang biasa tidak dapat dilalui. Apabila kamu menjumpainya, mula-mula beliau akan marah dan mengaku dan bahwa beliau tidak mampu menunjukkan jalan lain. Tetapi janganlah putus asa.“ Maka orang itu menjumpai ahlullah tersebut di dalam sebuah pondok kecil di dalam hutan, di mana beliau tinggal bersama keluarganya. Sambil menangis dia menerangkan masalahnya bahwa besol dia harus hadir di mahkamah yang telah ditetapkan untuk suatu pembicaraan. Tetapi tidak ada cara untuk sampai ke sana karena keganasan sungai Jamuna. Mula-mula beliau mengikuti tabiatnya yaitu marah dan ingkar, “Apa yang bisa saya lakukan? Saya tidak mempunyai kuasa apa-apa.” Tetapi orang itu dengan sangat merendah terus menerus membujuk beliau agar mendapat pertolongan. Akhirnya beliau berkata, “Pergilah, beritahukan kepada Jamuna bahwa kamu dihantar oleh seseorang yang tidak pernah makan apa-apa sepanjang hidupnya dan juga tidak pernah bersetubuh dengan isterinya.” Orang itu pergi dan melaksanakan nasihat beliau, maka sungai Jamuna pun seketika itu tenang hingga berhenti mengalir. Orang itu melintasi Jamuna sampai ke seberang. Setelah itu Jamuna menjadi ganas kembali seperti semula.
Tetapi setelah orang itu pergi dari tempat ahlullah itu, maka isteri ahlullahitu menangis sambil berkata, “Kamu telah menghinaku, memburukanku. Tanpa makan seumur hidup atau pun kamu menjadi sebesar gajah, itu tidak mengapa karena berkenaan dengan dirimu sendiri. Tetapi mengapa kamu dusta mengenaiku dengan mengatakan tidak pernah bersetubuh denganku? Apakah anak-anak ini semuanya anak haram?”

Ahlullah itu kemudian berkata, “Apa yang telah aku katakan itu tidak ada hubungannya denganmu. Apabila aku mengaku bahwa mereka anak-anak kandungku, maka tidak ada kehinaan bagimu.” Tetapi karena isterinya tidak berhenti menangis sambil berkata, “Kamu sudah menjadikan aku mangsa kejahatan zina!” Maka beliau pun berkata, “Dengarlah baik-baik. Aku tidak pernah makan karena lapar atau karena kehendak hati saya tetapi aku makan dengan niat untuk memperoleh kekuatan supaya dapat beribadah kepada Allah dan mentaati perintah Allah. Dan setiap aku tidur denganmu, aku selalu berniat menunaikan hak kamu dan tidak pernah menidurimu karena kehendak nafsuku.”
Sekarang, marilah kita renungkan, sabda Rasulullah saw. bahwa pada tubuh manusia terdapat 360 sendi. Tanggung jawab manusia untuk mensyukuri persendian itu adalah memberikan satu sedekah untuk setiap persendian. Maka para sahabat r.hum. bertanya, “Ya Rasulullah, begitu banyak sedekah itu setiap harinya, siapakah yang sanggup membayarnya?” Rasulullah saw. menjawab, “Jika di masjid terlihat ada air liur maka menutupinya dengan tanah (membersihkannya) adalah sedekah. Membuang benda-benda yang menyusahkan orang di jalan adalah sedekah. Dan shalatdhuha adalah mewakili semua sedekah itu.” (Misykat) Karena semua persendian digunakan dalam shalat, maka seolah-olah sedekah untuk seluruh persendian itu telah ditunaikan.
Dalam hadits lain juga disebut perkara-perkara seperti ini. Dinyatakan dalam sebuah hadits, “Mengucapkan salam kepada orang lain adalah sedekah. Mencegah perkara-perkara yang mungkar adalah sedekah. Bersetubuh dengan isteri juga sedekah. Dan dua rakaat shalat dhuha cukup sebagai pengganti semua ini sebab dalam dua rakaat shalat sedekah untuk setiap persendian tertunaikan.” Sahabat r.a. bertanya, “Ya Rasulullah, seseorang yang menyempurnakan kehendak nafsunya (menyetubuhi isteri), apakah itu juga sedekah?” Sebagai jawabannya Rasulullah saw. bertanya, “Seandainya dia menyalurkan kehendak nafsunya di tempat yang diharamkan oleh syari’ah, bukankah itu dosa?” (Abu Dawud) Yaitu, sebagaimana perbuatan haram menyebabkan dosa, maka bersetubuh dengan isteri dengan niat menyelamatkan diri dari perbuatan haram pasti menyebabkan pahala. Demikian juga makan, minum, tidur, berpakaian dan lain-lain akan menjadi ibadah dengan syarat dilakukan dengan tujuan taat kepada Allah Swt.
Imam Ghazali rah.a. menulis bahwa dunia adalah tidak dilarang juga tidak diperbolehkan. Dia dilarang karena menjadi penghalang untuk mengikuti kehendak Allah Swt.. Begitu juga kemiskinan bukanlah sesuatu yang menjadi tuntutan. Tetapi ia dituntut karena mempermudah mengikuti kehendak Allah Swt.. Tetapi banyak juga orang kaya yang tidak terhalang untuk mengikuti kehendak Allah Swt. seperti Sulaiman a.s., Ustman al Ghani r.a., Abdur Rahman bin Auf r.a. dan lain-lainnya.

Di samping itu ada juga orang miskin yang kemiskinannya menghalangi darinya dalam mengikuti kehendak Allah Swt.. Cinta dan tamak dalam kemiskinan juga menjadi penghalang untuk mengikuti kehendak Allah dan menggelincirkan dari jalan yang benar.
Jadi apa yang dilarang dan tidak dibenarkan oleh syari’ah adalah cinta kepada harta, baik yang memilikinya itu orang kaya ataupun orang miskin yang tamak pada dunia. Hakikatnya dunia merupakan kekasih bagi mereka yang lalai kepada Allah. Kecintaan kepadanya menjadikan mereka mati-matian untuk mendapatkannya tanpa memperdulikan kehendak Allah. Orang-orang kaya yang sudah memilkinya akan sibuk menjaganya, menghitungnya dan menikmatinya dalam keadaan lalai kepada Allah. Tetapi pada umumnya orang yang terlepas darinya lebih aman dari fitnah harta dibandingkan dengan orang yang memilikinya. Sebab biasanya orang-orang kaya terjebak dalam fitnah (ujian) harta. Itulah sebabnya sahabat r.a. berkata, “Kami telah diuji dengan fitnah kesempitan dan kemiskinan, maka kami bersabar (berhasil). Kemudian kami diuji dengan fitnah kelapangan dan kekayaan, tetapi kali ini kami tidak dapat bersabar.” Yaitu dalam keadaan lapang sepatutnya hidup terpisah dengan harta tetapi tidak sanggup.
Keadaan manusia biasanya selamat dari sifat-sifat keji yang dilahirkan dari harta sebelum memilkinya. Tetapi setelah memilki harta, mereka tidak sanggup lagi menyelamatkan dirinya dari sifat-sifat keji itu. Jarang dijumpai orang memiliki harta tetapi selamat dari bahayanya. Itulah sebabnya dalam al Quran dan al Hadits dianjurkan untuk mengelak darinya disertai dengan memberi peringatan tentang bahayanya. Mengelakkan diri darinya adalah bermanfaat bagi semua orang. Ulama mengatakan bahwa dengan menyentuh uang dengan tangan serta bermain-main dengannya (tanpa keperluan), maka kemanisan iman akan terhisap (mengurangi kemanisan iman). Rasulullah saw. bersabda, “Bagi setiap umat ada anak lembu (patung berhala atau tuhan palsu) yang mereka sembah. Anak lembu bagi umatku adalah uang (yakni seolah-olah menyembahnya). Anak lembu kaum Musa a.s. pun dibuat dari emas.” (Ihya Ulumiddin)
Para anbiya a.s. serta para wali Allah memandang emas dan perak ini tak ubahnya seperti batu dan air. Pendekatan demikian menjadi semakin kuat disebabkan banyak mujahadah. Itulah sebabnya ketika dunia mendatangi Rasulullah saw. dengan semua kekayaannya, Rasulullah saw. pergi jauh darinya. Ali r.a. berkata, “ Wahai yang kuning dan yang putih (emas dan perak) carilah orang selain aku untuk diperdayakan.” Inilah Ghinaa(kekayaan) yang hakiki, yang aman, yang tidak ada kaitannya dengan uang.
Rasulullah saw. bersabda, bahwa kekayaan (ghinaa) yang hakiki itu bukanlah banyak hartanya tetapi kekayaan hati. Perkara ini sulit untuk dimiliki oleh semua orang, sebab tidak semua orang mampu untuk mencapainya. Oleh karena itu cara yang selamat adalah mengelak darinya. Dalam keadaan memiliki dan menguasai harta, seseorang itu walaupun membelanjakan hartanya untuk sedekah dan lain-lain, namun hati menjadi terikat dengannya. Inilah bahayanya. Makin kuat hati terikat dengan harta makin jaun dari Allah Swt. serta menjadi liar. Dalam keadaan miskin, hati kurang terikat dengan harta, maka sebagai orang islam tentu hatinya akan terpaut dengan Allah. Sebab hati manusia tidak tinggal dalam keadaan kosong, dia mesti terkait dengan sesuatu. Apabila kaitannya dengan selain Allah terputus, maka dengan Allah lah dia akan terkait.

Orang yang berharta biasanya menjadi mangsa tipu daya. Yaitu dia mulai menganggap bahwa dirinya tidak merasa cinta kepada harta. Tetapi anggapan demikian adalah kesalahan dan penipuan terhadap diri sendiri. Hakikat cinta pada harta tertanam dan tersembunyi di dalam hatinya, sedangkan dia tidak sadar dengan keadaan itu. Dia baru menyadari hal itu apabila mengalami kerugian, misalnya karena kecurian, maka diketahuilah betapa dalam cintanya kepada harta. Seseorang hartawan dapat menguji dirinya apakah cinta kepada harta atau tidak dengan cara membagikan hartanya. Jika setelah dibagikan, harta itu masih menarik perhatiannya, maka sudah pasti ada cinta kepadanya. Jika setelah membagikan harta itu hatinya tidak berpaling kepadanya, maka dia tidak cinta kepada harta. Dengan mengurangi cinta kepada harta akan merasakan manisnya ibadat serta memperoleh pahala yang lebih banyak. Sebab tujuan ibadat dan tasbih bukanlah menggerakkan tubuh dan lidah saja, tetapi harus terkesan dalam hati. Hati akan menerima kesan yang kuat apabila dia terbebas dari cinta kepada harta.
Dhahak rah.a. berkata, “Siapa yang pergi ke pasar kemudian melihat suatu barang di pasar dan timbul keinginan untuk membelinya, tetapi karena kemiskinannya dia tidak dapat membeli dan dia bersabar, maka ini lebih baik baginya daripada membelanjakan seribu asyrafi (dinar) di jalan Allah.”
Seseorang minta tolong kepada Basyar bin Harits rah.a., “Doakanlah saya dan ahli keluarga saya karena kami sedang dalam kesempitan dalam hal pembelanjaan.” Beliau menjawab, “Apabila ahliah (isteri) kamu memberitahu bahwa tidak ada tepung gandum, kemudian kamu merasa tidak berdaya dan susah hati, maka berdoalah kamu kepada Allah, maka doamu ketika itu akan lebih berkesan daripada doaku untuk kamu.”
Di samping itu berlimpahnya harta paling tidak dapat menyebabkan penghisaban yang panjang pada hari kiamat. Disebabkan harta Abdur Rahman bin Auf r.a. terlambat memasuki surga. Karena ini pulalah Abu Darda r.a. berkata, “Saya tidak suka dengan keadaan begini. Yaitu saya memiliki sebuah kedai (warung) di depan masjid, walau setiap tiba waktu shalat, saya dapat menunaikannya secara berjamaah, saya sibuk dengan dzikir dan amalan-amalan lain, di samping itu saya menyedekahkan lima puluh dinar dari pendapatan kedai saya setiap hari.” Seseorang bertanya, “Apa salahnya?” Beliau menjawab, “Saya harus dihisab.”
Syufan r.a. mengatakan bahwa orang-orang miskin telah memilih tiga perkara dan orang-orang kaya pun telah memilih tiga perkara. Yang dipilih oleh orang miskin adalah istirahat yang dinikmati, kelapanagn hati dan penghisaban yang ringan. Orang kaya memilih, kesusahan diri, hati yang sibuk dan perhitungan yang panjang pada hari kiamat.

Rasulullah saw. bersabda, “Manusia akan dibangkitkan pada hari kiamat bersama yang dicintainya.” Mendengar hadits ini para sahabat r.hum. merasa gembira, sehingga setelah itu tidak ada lagi yang begitu menggembirakannya. Betapa tidak, para sahabat r.hum. sangat mencintai Allah dan Rasul-Nya.
Abu Bakar Shiddiq r.a. berkata, “Siapa yang dikaruniai Allah Swt. kecintaan kepada-Nya walaupun hanya sedikit, maka dia menjadi bebas dari mencari dunia dan mencari persahabatan dengan manusia.”
Abu Sulaiman Darani rah.a. berkata bahwa surga dengan segala kenikmatannya dan keindahannya yang kekal abadi sekali-kali tidak akan mampu menarik perhatian hamba-hamba Allah yang perhatiannya hanya bertumpu kepada Allah saja, bagaimana mungkin dunia dapat menarik perhatian mereka.
Isa a.s. ketika berjalan-jalan sampailah pada kepada suatu kumpulan yang terdiri dari orang-orang yang sangat lemah dan berwajah pucat. Beliau a.s. bertanya kepada mereka, “Bagaimana kalian bisa seperti ini?” Mereka menjawab, “Takut kepada neraka Jahanam menjadikan kami seperti ini.” Beliau menjawab bahwa Allah Swt. mengambil tanggung jawab untuk menyelamatkan mereka yang takut kepada Jahanam. Dalam perjalanannya ke tempat lain Isa a.s. menjumpai beberapa orang yang keadaannya lebih parah lagi. Mereka begitu lemah dan wajah mereka menggambarkan kegelisahan yang luar biasa. Isa a.s. bertanya, “Apa yang sudah terjadi pada kalian?” Mereka menjawab, “Kegairahan untuk surga serta kecintaan kepadanya menyebabkan kami begini.” Isa a.s. memberi tahu bahwa Allah Swt. mengambil tanggung jawab untuk mengabulkan cita-cita mereka, mengaruniakan kepada mereka dengan apa yang mereka cintai itu.” Kemudian beliau a.s. melanjutkan perjalanan dan menemukan sekumpulan orang yang keadaanya lebih dhaif, tetapi wajah mereka bercahaya sehingga berkilat seperti cermin. Beliau a.s. bertanya dengan dengan pertanyaan yang sama. Mereka menjawab bahwa cinta kepada Allah Swt. menjadikan mereka seperti ini. Isa a.s. berkata, “Kalianlah yang lebih dekat, kalianlah yang lebih dekat, kalianlah yang lebih dekat.” Tiga kali beliau a.s. mengucapkan perkataan itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar